Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi perlu mengkaji ulang syarat
kelulusan program strata satu yang mewajibkan calon sarjana menghasilkan
makalah yang terbit pada jurnal ilmiah, kata Ketua Asosiasi Perguruan
Tinggi Swasta Indonesia Edy Suandi Hamid.
“Persyaratan yang tertuang dalam Surat Dirjen Dikti Nomor 152/E/T/2012
tentang Publikasi Karya Ilmiah untuk program S1/S2/S3 yang merupakan
salah satu syarat kelulusan yang berlaku mulai Agustus 2012 itu patut
mendapatkan apresiasi, tetapi tidak realistis,” katanya di Yogyakarta,
Sabtu.
Menurut dia, untuk saat ini persyaratan tersebut tidak membumi, karena
tidak sesuai dengan daya dukung jurnal di Tanah Air. Seandainya dari
lebih 3.000 perguruan tinggi negeri dan swasta di Tanah Air setiap tahun
ada 750.000 calon sarjana, maka harus ada puluhan ribu jurnal ilmiah di
negeri ini.
“Seandainya di Indonesia saat ini ada 2.000 jurnal, dan setiap jurnal
terbit setahun dua kali, yang setiap terbit mempublikasikan lima
artikel, maka setiap tahun hanya bisa memuat 20.000 tulisan para calon
sarjana,” kata Edy yang juga Rektor Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta ini.
Ia mengatakan meskipun jurnal itu jumlahnya berlipat lima, tetap tidak
mampu menampung tulisan ilmiah calon sarjana di Indonesia. Masih ada
ratusan ribu calon sarjana yang antre untuk dimuat, padahal jurnal
tersebut juga digunakan oleh dosen dan peneliti.
“Meskipun kewajiban itu baru akan berlaku setelah Agustus 2012, tetap
sulit dipenuhi. Hingga Oktober 2009 menurut Indonesian Scientific
Journal Database terdata sekitar 2.100 jurnal yang berkategori ilmiah
yang masih aktif. Dari jumlah itu hanya sekitar 406 jurnal yang telah
terakreditasi,” katanya.
Menurut dia, gagasan Dirjen Dikti ini cukup inovatif dan merangsang
calon sarjana untuk berkarya. Namun, hal itu kurang diperhitungkan dan
dipersiapkan secara matang. Jika dipaksakan akan memunculkan penerbitan
jurnal asal-asalan yang sekadar untuk memenuhi persyaratan kelulusan S1.
“Jika hal itu terjadi, maka filosofi di balik penerbitan jurnal sebagai
media mempublikasikan karya akademik tidak terpenuhi. Jurnal hanya
menjadi media formalitas sebagai persyaratan untuk bisa meluluskan
sarjana,” katanya.
Oleh karena itu, kewajiban tersebut hendaknya dilakukan secara bertahap.
Misalnya, secara bertahap kewajiban itu diberlakukan bagi program studi
yang terakreditasi A. “Selain itu, Dirjen Dikti juga perlu melakukan
simulasi tentang daya dukung dan lulusan sarjana setiap tahunnya,” kata
Edy.
Surat Dirjen Dikti tertanggal 27 Januari 2012 yang ditujukan kepada
rektor/ketua/direktur PTN/PTS seluruh Indonesia itu di antaranya
menyatakan untuk lulus program sarjana harus menghasilkan makalah yang
terbit pada jurnal ilmiah.
sumber : http://www.isi-dps.ac.id/berita